Skip to content
Beranda » Catatan Kuratorial Worldwide Pinhole Day Surabaya

Catatan Kuratorial Worldwide Pinhole Day Surabaya

Catatan kuratorial Worldwide Pinhole Day Surabaya adalah dokumen yang menyajikan informasi tentang konsep, tema, dan konteks di balik pameran seni. pelaksanaan kegiatan kali ini menggunaka 3 orang kurator, yang bertanggung jawab atas pemilihan karya seni, penyusunan tata letak, dan pembuatan narasi visual. Catatan kuratorial memberikan wawasan yang mendalam tentang tujuan pameran, pemilihan karya seni, serta pesan yang ingin disampaikan kepada pengunjung.

Catatan Kuratorial Oleh Irman Ariadi

Irman Ariadi dalam Worldwide Pinhole Days Surabaya 2024

PINHOLE DAY SURABAYA

Penyelenggaraan Pinhole Day Surabaya merupakan upaya aktif untuk mempopulerkan fotografi lubang jarum dan seni fotografi lubang jarum melalui serangkaian kegiatan oleh Indonesian Pinhole (IPO) bekerjasama dengan Komunitas Daun Surabaya dan Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI). Lokasi kegiatan tersebut di Galeri Merah Putih Balai Pemuda dan Galeri Arts.id Kota Surabaya. Pelaksanan kegiatan tanggal 27 April – 2 Mei 2024. Rangkaian kegiatan berupa Pameran Fotografi lubang jarum (pinhole), Workshop dan Hunting Pinhole, dan Diskusi Pinhole.

Memaknai Fotografi Lubang Jarum di Indonesia

Selama ini sebagian dari kita telah mengetahui asal kata fotografi berasal dari pengabungan dua kata Bahasa Yunani: “phōtos” (cahaya), dan “graphé” (menggambar). Kemudian diartikan “kegiatan melukis dengan cahaya”. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, fotografi adalah “seni dan penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan”. Sedangkan dalam The Hutchinson Dictionary of the Arts (1994) mendefinisikan fotografi sebagai berikut: “Proses reproduksi citra pada material peka cahaya oleh berbagai bentuk dari energi radiasi, seperti cahaya kasat mata, ultraviolet, infra merah, sinar-x, radiasi atomik, dan tembakan elektron.”

Dalam buku Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotograi Nasional 2015-2019, Fotografi lubang jarum (pinhole) adalah Fotografi yang dalam pembuatannya menggunakan kamera lubang jarum. Kamera lubang jarum adalah benda yang memiliki ruang kedap cahaya dan kemudian diberi lubang sangat kecil di salah satu sisinya dan jarum dapat terbuat dari bahan apa saja.

Ketika fotografi dikaitkan dengan industri kreatif di Indonesia, definisi fotografi pun perlu penyesuaian menjadi: “Industri yang mendorong penggunaan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu dalam memproduksi citra dari satu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kesempatan kerja”. Sumber: Focus Group Discussion sub-subsektor fotografi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Mei—Juni 2014).

Melihat deskripsi dan definisi serta berdasarkan pengalaman empiris, diperlukan penyempurnaan definisi untuk fotografi lubang jarum (pinhole) menjadi Fotografi lubang jarum (pinhole) adalah Fotografi yang dalam pembuatannya menggunakan kamera lubang jarum. Kamera lubang jarum adalah benda yang memiliki ruang kedap cahaya, diafragma dan mekanisme menghentikan masuknya cahaya disalah satu sisinya serta dapat terbuat dari bahan apa saja (Iariadi; 2024).

Dari gagasan hingga membuat kegiatan bersama

14 bulan adalah waktu yang kami lalui untuk bisa mewujudkan publikasi pertama kegiatan Pinhole Day Surabaya. Rentang waktu tersebut kami nikmati dengan pertemuan antara Indonesian Pinhole dan Komunitas Daun Surabaya di Gresik Jawa Timur dan Bantul DIY, curah pendapat dan diskusi baik secara daring dan luring untuk membuat kolaborasi kegiatan pinhole di Jawa Timur. Awal tahun 2024, komunikasi semakin intensif dan meminta kesediaan Komunitas Lubang Jarum Indonesia untuk menjadi bagian dari tim Kurator.

Tepatnya tanggal 13 Februari 2024 peluncuran publikasi Pinhole Day Surabaya dengan tema mengenal Indonesia melalui Website www.indonesian.pinhole.org dan akun Instagram @indonesian.pinhole yang merupakan media resmi dan dikelola oleh Indonesian Pinhole.

Amplifikasi publikasi kegiatan dilanjutkan dengan postingan di website www.iariadi.web.id kemudian pada hari berikutnya melalui website www.pinholeday.org. Adapun bentuk diseminasi informasi lainnya adalah mengunakan kanal whatsapp group, Antara lain : #REKAMMATAHARI #KLJIndonesia dan japri kepada para pegiat fotografi. Menjelang akhir februari 2024 dalam salah satu acara Cosplay di Pangkalpinang Bangka Belitung pun dilakukan publikasi kegiatan ini. Selanjutnya pada bulan maret hingga menjelang penutupan penerimaan karya dilakukan promosi kegiatan.

Penerimaan karya untuk kegiatan pameran foto pinhole dalam Pinhole Day Surabaya hingga 7 April 2024, waktu tersebut adalah dari rencana semula pada tanggal 31 Maret 2024, dikarenakan antusiasme para kreator dan sejatinya jumlah karya yang masuk sudah melebihi target penerimaan karya. Karya yang menjadi persyaratan merupakan karya yang dibuat pada rentang waktu Januari 2022 hingga Maret 2024. Kami menyadari bahwasanya para kreator fotografi lubang jarum di Indonesia, belum sepenuhnya terhubung dalam kegiatan kolaboratif dan jarangnya pameran pinhole dalam skala nasional.

Kurasi karya untuk pameran Pinhole Day Surabaya sejumlah 71 karya. Ada tiga jenis media rekam yang digunakan dalam menghasilkan karya yang mereka kirimkan. Media rekam terbanyak yang digunakan kreator adalah kertas peka cahaya atau biasa disebut dengan kertas film sebanyak 53 %. Media rekam berikutnya adalah film seluloid atau roll film sebanyak 44 %, format yang digunakan berupa medium format dan 35 mm. Media rekam terakhir adalah media rekam digital (CMOS – Complementary Metal Oxide Semiconductor) sebanyak 3 %. Jika melihat keadaan dan perkembangan jaman, sepertinya terjadi anomali dalam media rekam. Bukankah kertas film sudah sulit ditemukan di pasaran Indonesia dan yang melimpah adalah CMOS dan Roll Film. Namun dalam pameran kali ini media rekam yang digunakan adalah Kertas Film. Sepertinya para pegiat juga melakukan berbagai upaya dalam mendapatkan kertas film, untuk tetap bisa melakukan paket komplit fotografi lubang jarum hingga proses kamar gelap. Media rekam menjadi salah satu unsur kuratorial dalam pameran saat ini.  

Karya karya tersebut adalah hasil dari 41 kreator yang berasal dari Negara Indonesia, Amerika Serikat dan Polandia. Meskipun secara ketentuan bahwasanya pameran ini hanya diperuntukan untuk Warga Negara Indonesia, namun mereka (warga negara asing) yang mengirimkan karyanya dan bertanya melalui media yang dikelola oleh Indonesian Pinhole akan tetap diberikan apresiasi berupa katalog karya atau catatan pameran dan tetap menginformasikan kegiatan berikutnya dengan skala internasional.

Setelah dikurangi dari peserta dari luar negeri, maka tercatat 39 kreator berasal dari 21 kota dan 11 provinsi. Lima besar kota terbanyak asal kreator adalah sebagai berikut a.) Kota Surabaya dengan jumlah 6 orang; b.) Kota Bandung dengan jumlah 5 orang; c.) Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah 4 orang; d.) Kota Pekalongan dan Kota Malang masing masing berjumlah 3 orang. Untuk Banda Aceh dan Denpasar adalah masing masing berjumlah 2 orang. Kabupaten/kota dengan jumlah kreator sebanyak 1 orang adalah : Bandung Barat, Cimahi, Gianyar, Gresik, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Kota Kupang, Kota Semarang, Padang Lawas Utara, Kabupaten Pekalongan, Sleman, Tanah Datar, Tanggerang Selatan dan Trenggalek.

Dalam Persebaran wilayah provinsi asal kreator didapatkan data sebagai berikut; a.) Jawa Timur 15 orang; b.) Jawa Barat 7 orang; c.) Jawa Tengah 5 orang; d.) Bali 3 orang; e.) DKI Jakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam masing masing 2 orang; f.) sedangkan untuk Banten, DIY, NTT, Sumatera Barat dan Sumatera Utara masing masing 1 orang. Persebaran asal kreator berdasarkan wilayah administrasi menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam melakukan kuratorial dalam pameran Pinhole Day Surabaya.

Secara kelompok usia jumlah meraka terdiri sebagai berikut ; a.) Anak anak 2 %; b.) Remaja 27 %; c.) Dewasa 59 % dan tidak menjawab sebanyak 12 %. Dalam pengamatan gender kreator didapatkan data sebagai berikut : a. Pria sebanyak 63 %; b.) Wanita sebanyak 32 % dan sisanya berupa tidak ingin menampilkan gendernya dan tidak menjawab. Melihat prosentase anak anak dan remaja yang hampir 30 %, ini merupakan peluang yang bagus untuk proses regenerasi dengan dukungan dari kelompok usia dewasa. Jika hal tersebut terwujud, ini keniscayaan tentang keberlanjutan kegiatan fotografi lubang jarum. Kreator termuda yang karyanya terpilih adalah perempuan dengan usia 5 tahun. Keberagaman usia menjadi faktor dalam kuratorial pameran saat ini.

Harapan para kreator yang mengirimkan karyanya untuk di kurasi dalam pameran kali ini sangat beragam dan postif. Berdasarkan data yang diperoleh antara lain adanya :

  1. Tata Kelola dan Manajemen Pengetahuan Fotografi Lubang Jarum
    • Fotografi Lubang Jarum dalam Sejarah Fotografi
    • Advokasi Fotografi Lubang Jarum
  2. Tata Kelola dan Manajemen Sumber Daya
    • Penyediaan Bahan Baku Pinhole
    • Regenerasi Kreator Fotografi Lubang Jarum
  3. Tata Kelola Kegiatan
    • Semakin Sering Event, roadshow dan Pameran Pinhole
    • Makin Populer
  4. Berkarya, Bergerak dan Berprestasi
    • Kolaborasi
    • Semakin banyak Karya Fotografi Lubang Jarum
    • Fotografi Pinhole menjadi Karya Senii

Kurator memilih karya-karya yang tidak hanya menonjolkan keindahan visual obyek foto, tetapi juga mampu menyampaikan cerita dan emosi yang kuat karya mereka. Obyek foto yang terdokumentasikan berupa : a.) Arsitektur; b.) Landscape; c.) Human Interest dan d.) Jalur atau Lintasan Matahari. Penggunaan teknik kreatif dalam fotografi lubang jarum seperti halnya: a.) Double Exposure; b.) Long exposure seperti halnya suryagrafi; c.) Slow speed; d.) Still life; dan e.) Triptych. Pemanfaatan teknik kreatif menjadi syarat keikutsertaan dalam pameran ini, menunjukkan keberagaman pendekatan dan kemampuan para kreator dalam mengungkapkan pesan mereka tentang Mengenal Indonesia.

Pameran Pinhole Day Surabaya dengan tema Mengenal Indonesia, diharapkan dapat menjadi pengalaman yang menginspirasi dan mendalam bagi pengunjung, serta merayakan keindahan dan keanekaragaman Indonesia melalui karya seni fotografi lubang jarum yang unik dan inovatif. Pameran ini sekaligus menceritakan seni berkebaruan dalam fotografi lubang jarum.

Terima kasih kepada semua kreator yang telah berkontribusi dalam pameran ini, serta kepada pengunjung yang telah mendukung dan mengapresiasi karya-karya mereka. Selamat menikmati pameran!

Amarta Eco Village, 15 April 2024 

Irman Ariadi
Indonesian Pinhole

Catatan Kuratorial Oleh Arik S Wantono

arik s wartono dalam Worldwide Pinhole Days Surabaya 2024

PINHOLE: DARI ALHAZEN SAMPAI CANDICE JYOTIKA

Pinhole atau Kamera Lubang Jarum merupakan induk dari semua kamera bahkan induk dari ilmu fisika optik. Penemunya adalah Abu Ali al-Hasan bin al-Hasan bin al-Haitsam (Arab: أبو علي الحسن بن الحسن بن الهيثم) atau Ibnu al-Haitham (Ibn  Al-Haytham, Alhazen); lahir di Basra, Irak tahun 965 (354 H), wafat di Kairo, Mesir tahun 1039 (430 H). Beliau seorang ilmuwan yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat.

Al-Haitham adalah perintis penelitian mengenai fisika cahaya, dan telah memberikan banyak inspirasi para filsuf-ilmuwan Barat, seperti Roger Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop. Juga menginspirasi para ilmuwan besar seperti Umar Khayyam, Taqiyuddin Muhammad bin Ma’ruf, Kamaluddin al-Farisi, Ibnu Rusyd, al-Khazini, John Peckham, Witelo, termasuk Ibnu Firnas penemu kacamata, juga menginspirasi Newton.

Studi inovatif Ibnu al-Haitham di bidang optik termasuk penelitiannya di bidang katoptrik dan dioptri (masing-masing ilmu yang menyelidiki prinsip dan instrumen yang berkaitan dengan pemantulan dan pembiasan cahaya), pada dasarnya dikumpulkan dalam karya monumentalnya: Kitåb al-Manåóir  (The Optics; De Aspectibus atau Perspectivae; disusun antara tahun 1028 M sampai 1038 M).

Penelitian tentang fisika optik yang dilakukan oleh Ibnu Al-Haitham inilah yang sekaligus mengawali sejarah fotografi, malalui penemuannya Camera Obscura yang secara bahasa bermakna “kamar gelap” atau ruang kedap cahaya.

Penemuan ini bermula saat beliau berada dalam penjara karena kegagalan beliau menjalankan tugas dari penguasa saat itu untuk mengerjakan sebuah proyek bendungan di sungai Nil, daerah selatan Aswan, Mesir.

Bahkan kata “kamera” (camera) berakar dari bahasa Arab “kamar” الكاميرا (al kamira) yang secara harafiah memang berarti “kamar” atau ruangan. Sedangkan “obscura” dari bahasa latin yang berarti “gelap” (kedap cahaya).

Sejarawan Mesir Ibnu al-Qifti (1172-1248 M) mencatat tentang seorang ilmuwan dari Basra atau Basrah atau Bashrah (Arab: البصرة, sekarang masuk wilayah Irak) bernama Ibnu Al-Haitham (965-1039 M) yang membuat pernyataan publik bahwa dirinya mampu memberi solusi untuk mengatasi banjir tahunan yang menimpa Mesir akibat meluapnya sungai Nil.

Saat itu Al-Haitham berusia sekitar 45 tahun, dan Basra merupakan kota besar salah satu pusat ilmu pengetahuan dan peradaban pada jamannya, di bawah pemerintahan Khalifah Dinasti Fatimiyah, Abu Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr Allah, atau dikenal dengan Al Hakim yang berpusat di Mesir.

Sebagai pakar filsafat- matematika-fisika-arsitektur-teknik sipil (saat itu ilmu pengetahuan belum terbagi-bagi seperti sekarang), Al-Haitham secara resmi diundang oleh khalifah Al-Hakim untuk proyek membangun bendungan di sungai Nil daerah selatan Aswan, Mesir. Al-Haitham kemudian melakukan survei lapangan, tetapi tampaknya tidak bisa mewujudkan rencananya tersebut.

Dalam catatan sejarah Ibnu al-Qifti, ketika Ibnu al-Haitham sampai di Mesir, Khilafah Al-Hakim menyambutnya di gerbang Kota Kairo al-Ma’ziyyah yang lebih dikenal dengan al-Khandaq. Namun ketika Al-Haitham mempelajari secara komprehensif sifat-sifat alamiah sungai Nil, dia langsung menyadari ketidakmampuannya.

Dia baru tahu bagaimana para arsitek Fatimiyah yang terdahulu ternyata telah membuat mega proyek yang luar biasa untuk berusaha mengatasi masalah tersebut, namun tetap saja belum mampu memberi solusi atas masalah banjir.

Al-Haitham pun mulai berpikir, jika memang solusi yang ada di benaknya bisa menyelesaikan masalah banjir tersebut, tentunya itu sudah lama dipikirkan oleh para arsitek yang menciptakan semua desain yang luar biasa ini.

Menyaksikan ini, dia pun menyadari kelemahannya. Hal ini kemudian diakuinya secara terbuka di hadapan Khalifah Al-Hakim. Dan khalifah pun sangat kecewa. Tapi Al-Hakim tidak menjatuhkan hukuman pada Ibnu Al-Haitham. Sebaliknya, dia justru memerintahkan Al-Haitham agar membantu dalam urusan pemerintahan. Sangat mungkin keputusan ini diambil karena khalifah melihat sejumlah potensi intelektual dari Al-Haitham yang sangat dibutuhkan negara.

Namun demikian masalah banjir di Mesir masih terus menjadi persoalan yang ingin dipecahkan oleh Al-Hakim. Tentu situasi ini membuat Al-Haitham tertekan. Lagi pula Al-Haitham yang berlatar ilmuwan tentu tidak nyaman bekerja dalam urusan atsministratif, dia terbiasa bekerja secara bebas di luar ruangan melakukan penelitian. Salain itu juga dia menyadari suasana hati khalifah Al-Hakim yang sangat mudah berubah; Kadang Al-Hakim tampil sebagai sosok yang cerdas dan bijak, tapi kadang bisa temperamental mudah murka dan menghukum.

Khawatir dengan keselamatan dirinya, Ibnu Al-Haitham yang karakternya memang nyentrik ini berpura-pura mengalami gangguan mental alias gila. Dan  akibatnya Al-Haitham malah dikurung di dalam sebuah rumah yang gelap.

Tidak diketahui berapa lama tepatnya Ibnu Al-Haitham mendekam dalam rumah-penjara tersebut. Beberapa catatan menyebut sekitar 10 tahun, tapi umumnya disebutkan bahwa beliau dikurung dalam rumah ini sampai wafatnya Al-Hakim saat peristiwa kudeta tahun 1021.

Sebagai perbandingan, 100 tahun sebelumnya di belahan bumi Nusantara, candi Borobudur bahkan telah berdiri. Borobudur mulai dibangun atas inisiatif Raja Samaratungga pada masa kejayan Dinasti Syailendra sekitar tahun 824 M, dan perlu waktu sekitar 75 tahun untuk menyelesaikanya, yakni baru selesai menjelang tahun 900 M pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri Raja Samaratungga. Arsitek yang berjasa dalam merancang candi tersebut ialah Gunadharma.

Artinya, pada saat itu sebenarnya peradaban Nusantara sudah sangat maju dalam hal sains, seni, teknologi dan arsitektur, karena Bodobudur sebelum terkubur oleh material vulkanik erupsi gunung Merapi, candi megah yang memiliki luas sekitar 2500 meter persegi dengan panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter, dan tinggi 35,40 meter ini dibangun tepat di tengah sebuah danau sehingga jika dilihat dari perbukitan dan gunung-gunung di sekitarnya candi ini seperti sekuntum teratai yang sedang mekar.

Bisa dipastikan proses pembangunannya demikan rumit dan tak kalah sulitnya dengan proyek bendungan sungai Nil di daerah Aswan, Mesir, yang gagal direalisasikan oleh Ibnu Al-Haitham sampai menyebabkan beliau masuk penjara.

Kembali pada proses penemuan camera obscura oleh Ibnu Al-Haitham, selama di dalam ruangan penjara yang gelap (kamar gelap) yang hanya memiliki satu lubang ventilasi untuk melihat dunia luar itulah beliau mengamati sebuah moment bahwa cahaya yang melewati sebuah lubang kecil menuju ruang kedap cahaya ternyata memproyeksikan objek yang berada dari arah datangnya cahaya secara terbalik.

Perlu diketahui bahwa penjara di Mesir saat itu berupa sebuah rumah berbentuk kubus dengan satu atau beberapa kamar sempit yang dibangun terpencil di tengah gurun pasir dengan pengawasan yang ketat, hanya diberi ventilasi kecil untuk penjaga memberi makanan dan berkomunikasi secara terbatas dengan tahanan yang mendekam dalam ruangan gelap.

Selama periode hidup di dalam penjara inilah Al-Haitham melakukan pengamatan mendalam tentang bagaimana cahaya bekerja. Beliau langsung menyadari kesalahan mendasar teori optik yang diyakini pada jaman itu. Penemuan camera obscura olah Al-Haitham sekaligus mengoreksi pendapat para ilmuwan Yunani kuno sebelumnya, yang diikuti oleh ilmuwan Romawi Klaudius Ptolemaeus (90–168 M),

yang menyimpulkan bahwa mata mengirimkan sinar ke arah objek penglihatan. Mungkin seperti cara kerja kelelawar yang mengirim suara ultrasonik kemudian dipantulkan oleh benda-benda di sekitarnya yang ditangkap kembali oleh pendengarannya yang tajam. Pendapat ini dikoreksi oleh penemuan Ibnu Al-Haitam. Menurut Al-Haitham, objeklah yang mengirim cahaya kepada mata. Cahaya benda itu kemudian ditangkap retina dan dibawa ke otak melalui saraf-saraf optik.

Ibnu Al-Haitham merupakan orang pertama yang menggambarkan seluruh detail bagian indra pengelihatan manusia, sekaligus menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat. Ibnu Al-Haitham menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata. Beliau juga menjelaskan secara detail bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan merinci peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Setelah keluar dari penjara, Ibnu Al-Haitham semakin mengembangkan penelitian tentang fisika optik. Bersama Kamaluddin al-Farisi, Ibnu Al-Haitham meneliti dan mencatat fenomena camera obscura saat moment gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari diproyeksikan melalui permukaan datar.

Ibnu Al-Haitham terus memperdalam penuannya dengan melakukan percobaan-percobaan di laboratorium yang telah dibangunnya sendiri. Dari percobaannya-percobaannya ini, Ibnu Al-Haitham menghasilkan sejumlah terori baru tentang ilmu cahaya. Ibnu Al-Haitham juga melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, juga uji coba dengan menggunakan bejana kaca yang berisi air. Dari proses ini ditemukanlah teori lensa pembesar. Tiga abad kemudian teori Al-Haitham ini digunakan oleh para ilmuwan di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.

Ibnu Al-Haitham adalah ilmuwan yang secara ekonomi termasuk miskin tapi beliau produktif menulis buku, saat itu era produksi kertas masih sangat terbatas bahkan di Nusantara para ilmuwan-sastrawan masih menulis menggunakan lontar atau daun pohon tal atau ental atau siwalan  (ron=daun, tal=siwalan) nama ilmiahnya Borassus flabellifer, atau membuat kertas dengan teknik tempa dari kulit pohon daluang (Broussonetia papyrifera) yang dipukul-pukul menggunakan kayu secara konstan dan hati-hati menjadi lembaran pipih.

Sepanjang hidupnya Ibnu Al-Haitham menulis tak kurang dari 200 buku dalam berbagai disiplin ilmu mulai filsafat, matematika, fisika, astronomi, pengobatan dll. Karya beliau yang paling fenomenal adalah Kitab al-Manazir (Kitåb al-manåóir atau Buku optik) yang bahkan masih menjadi rujukan fisikawan sampai hari ini.

Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, Al-Haitham menyusun  Al-Bayt Al-Muzlim (آل البيت المظلم), beberapa abad kemudian diterjemahkan dalam bahasa latin menjadi “camera obscura”, atau “dark chamber” dalam bahasa Inggris.

Camera Obscura sebenarnya pernah dicoba oleh Al-Haitham untuk pertunjukan komersial teater kamar gelap mirip orang melihat film di bioskop saat ini, bahkan camera obscura merupakan pertunjukan “film bioskop” yang pertama di dunia. Para bangsawan Eropa saat pertama kali menyaksikan pertunjukan ini mereka langsung lari berhamburan keluar dari kamar gelap karena mereka pikir sedang melihat jin, dan saat itulah mulai poluler istilah “jenius” (genius) yang secara epistimologis artinya “memiliki kemampuan luar biasa seperti jin”.

Bradley Steffens (penulis Amerika kelahiran 1955) dalam karya bukunya berjudul “Ibn al-Haytham: First Scientist” menyatakan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja camera obscura.  Bradley berkesimpulan bahwa Al-Haitham merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh citra gambar dari luar rumah ke dalam gambar, dengan camera obscura.

Istilah camera obscura yang ditemukan Al-Haitham diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan camera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran Al-Haitham mulai mengganti lobang bidik dengan lensa, sehingga lebih mendekati cara kerja kamera modern yang kita kenal saat ini.

Setelah itu penggunaan lensa pada camera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah camera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571–1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada  1665 M.  Setelah 900 tahun dari penemuan Al-Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan pelat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja camera obscura ciptaan Al-Hitham dengan sangat detail. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah kamera terus berubah dan berkembang mengikuti perkembangan teknologi, sampai kamera era digital sekarang.

Selanjutnya, pertanyaan kritis sekarang adalah: “Apakah memotret dengan kamera pinhole (lubang jarum) saat ini masih relevan? apa manfaatnya?”

Kamera pinhole memang ribet untuk kebutuhan jaman yang instan dan semua hal ingin serba cepat, namun perlu dipahami bahwa secara kodrati manusia bersifat analog, cara kerja seluruh komponen tubuh manusia dari ujung rambut sampai ujung kuku jemari kaki jelas analog, bahkan cara kerja otak manusia tidak bisa bekerja secara algoritma seperti kerja mesin-komputer, apalagi cara kerja mental, emosi dan jiwa manusia. Ringkasnya, fisik manusia sekaligus seluruh elemen kemanusiaannya adalah analog, karena manusia memang bukan robot.

Manusia akan lebih memahami kompleksitas kemanusiaannya jika secara sadar dirinya memahami sekaligus dipahami-diperlakukan sebagai makhluk analog.

Maka fotografi lubang jarum (pinhole) yang merupakan praktek paling analog dari camera obscura bisa menjadi sarana penyadaran dan kontemplasi bahwa sejatinya manusia memang makhluk analog.

Sekalipun teknik pinhole saat ini juga bisa diaplikasikan pada kamera digital, cara kerja dan proses memotretnya tetap analog. Digital hanya menjadi sarana dalam proses transfomasi menyimpan citra gambar yang ditangkap oleh kamera, tidak jauh berbeda seperti memotret pinhole dengan roll film atau kertas peka cahaya yang kemudian hasilnya discand dan disimpan menjadi file digital. Maka dalam hal ini digitalisasi tetap difungsikan sesuai kemanfaatannya secara proporsional.

Fotografi lubang jarum (pinhole) tentu tidak semestinya dipahami secara kontradiktif dengan fotografi digital, apalagi dilawankan satu sama lain, karena induk semua kamera memang camera obscura yang dipraktekkan secara mendasar oleh fotografi pinhole. Maka mempertentangkan kamera digital dengan pinhole ibarat memusuhkan anak dengan ibunya, atau bahkan nenek moyangnya.

Secara internasional, Wordlwide Pinhole Day dirayakan setiap tahun serentak oleh pegiat pinhole di berbagai negara pada pekan terakhir bulan April.

Di Indonesia, tahun ini 2024 KLJI (Kumunitas Lubang Jarum Indonesia), Indonesian Pinhole dan Sanggar DAUN bekerja bareng menyelengarakan serangkai kegiatan yang dipusatkan di Surabaya, yakni di Balai Pemuda (Alun-alun Surabaya) Jl. Gubernur Suryo No. 15 Surabaya, dan di ARTS.ID Jl. Lombok No. 10 Surabaya.

Ada pameran karya-karya fotografi pinhole, workshop, diakusi fotografi, hunting pinhole bareng. dll. Kuratornya adalah: Ray Bachtiar Dradjat (KLJI), Arik S. Wartono (Sanggar DAUN), dan Irman Ariadi (Indonesian Pinhole).

Di Balai Pemuda Surabaya, Pembukaan Pameran Sabtu, 27 April 2024 pukul 16.00 WIB. Pameran fotografi menampilkan 30 foto lubang jarum (pinhole) dari 30 kreator di beberapa daerah di Indonesia, dengan berbagai bentuk kamera pinhole, berbagai media rekam dan berbagai kreatifitas teknik analog.

Pameran berlangsung 27 April hingga 2 Mei 2024. 30 fotograger yang terlibat dalam pameran ini mereka adalah:

  1. Nur Wahyuniati (Aceh)
  2. Salman Al Farisi (Aceh)
  3. Dani Aulia Rahman (Sumatra Barat)
  4. Hidayat Batubara (Sumatra Utara)
  5. Aditya D Prayudha (Banten)
  6. La Maheswari (Jakarta)
  7. Felix Jordan (Bandung)
  8. Rifky Yoga Prasetya (Bandung)
  9. Ivan Arsiandi (Bandung)
  10. Olivia Clairine Irawan (Bandung)
  11. Budi Purwanto (Pekalongan)
  12. Muhammad Benbella (Pekalongan)
  13. Najlaa’ Salmaa ‘Afiifah (Pekalongan)
  14. Adelia Putri Mitayani (Yogyakarta)
  15. Anggun Nurfitriani Handoko (Gresik)
  16. Alin (Surabaya)
  17. Raden Anggoro (Surabaya)
  18. Azalea Amarindra (Surabaya)
  19. Ariel Ramadhan (Surabaya)
  20. Riel Hariyadi (Sidoarjo)
  21. Samurai Jalu (Sidoarjo)
  22. Candice Jyotika (Sidoarjo)
  23. Patrik Cahyo Lumintu (Sidoarjo)
  24. Aliya Murdoko (Malang)
  25. Ikhwanussofa (Malang)
  26. Ratna Setyaningsih ES (Malang)
  27. Tri Yulik S (Trenggalek)
  28. Bayu Bhuwana (Bali)
  29. Tjandra Hutama Kurniawan (Bali)
  30. Jecson Alexsander Saly (Kupang, NTT)

Pameran di ARTS.ID Surabaya menampilkan 12 fotografi pinhole karya kurator dan panitia pameran, mereka adalah:

  1. Ray Bachtiar Dradjat (Jakarta)
  2. Arik S. Wartono (Gresik)
  3. Irman Ariadi (Bangka)
  4. Syafiudin Vifick (Bali)
  5. Nur Hasanah Sawil (Cirebon)
  6. Ariel Ramadhan (Surabaya)

 

Pembukaan Minggu, 28 April 2024 pukul 16.00 WIB, pameran berlangsung hingga 27 Juni 2024.

Selain dipamerkan secara fisik, karya 30 dan 6 fotografer tersebut juga dipamerkan secara online bersama 5 karya fotografer yang telah dipilih dalam panggilan terbuka (open call) beberapa waktu sebelumnya. Pameran online bisa dinikmati pada website indonesianpinhole.org

Selain merayakan Worldwide Pinhole Photography Day 28 April 2024, kegiatan di Surabaya ini sekaligus merayakan Hari Menggambar Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei bersamaan dengan hari Pendidikan Nasional karena menggambar adalah bagian dasar dari pendidikan dan bulan Mei ditetapkan sebagai Bulan Menggambar Nasional, yang dirayakan secara serentak di seluruh Indonesia.

Fotografi secara harafiah artinya “Menggambar Dengan Cahaya”, dan perayaan ini sekaligus menandai ulang tahun ke-20 Sanggar DAUN.

Satu hal yang istimewa dalam rangkaian kegiatan Surabaya: Worldwide Pinhole Day 2024 ini adalah, karya fotografer anak-anak termuda yakni Candice Jyotika (usia 5 tahun) dari Sidoarjo Jawa Timur tercatat dalam pameran foto yang terpublikasi secara internasional yang sekaligus akan diterbitkan menjadi sebuah buku fotografi biligual bahasa Indonesia – Inggris.

Anak-anak usia TK (Taman Kanak-Kanak) seperti Candice Jyotika sudah mulai berkarya pinhole tentu fakta menarik yang mungkin bahkan tak pernah terbayangkan oleh Ibnu Al-Haitham (Alhazen). Seperti keajaiban sulap Al-Bayt Al-Muzlim (camera obscura), dunia akan menyeru: Alakazam Abracadabra !

Salam Budaya,

Arik S. Wartono

 Pendiri Sanggar DAUN

Catatan Kuratorial Oleh Ray Bachtiar Dradjat

Ray Bachtiar Dradjat dalam Worldwide Pinhole Days Surabaya 2024

Kekuatan Tema dan Artistik

Kisah masa lalu atau masa kini dapat dieksplorasi sebagai pustaka yang didasari oleh proses pengarsipan dengan berbagai alat rekam gambar termasuk Kamera Lubang Jarum (KLJ). Jika kita akan menceriterakan sesuatu dengan fotografi, berarti kita akan berceritera dengan bahasa visual atau sistem komunikasi yang menggunakan lambang, variasi warna, bentuk, tekstur, gerakan, yang ditampilkan dalam sebuah desain. Seperti yang sering kita lihat di media sosial, website, iklan, film, aplikasi, dan lainlain. Visual lebih cepat membantu menarik perhatian, lebih mudah menyampaikan informasi, menimbulkan emosi, mudah di ingat, lebih meyakinkan daripada kata-kata yang sangat mudah dipelintir, hingga bisa menjadi sarana untuk berekspresi dan berkreasi.

Namun sebelum kita memvisualkan sebuah peristiwa atau benda apa pun, kekuatan imajinasi menjadi bagian terpenting. Karena imajinasi adalah ide atau daya pikir untuk membayangkan suatu peristiwa berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Imajinasi berbeda dengan khayalan yang seringkali fokus pada penciptaan realitas alternatif yang
mungkin sangat berbeda dari dunia nyata, seperti membayangkan kehadiran makhluk imajiner atau makhluk mitologis yang umumnya bersifat fantastis misalnya. Tapi akan jadi sangat menarik jika kehadiran makhluk imajiner itu justru yang kita imajinasikan. Nah, jika itu yang dikehendaki, kita harus mampu memilih dan menggunakan alat yang kita gunakan. Dengan catatan kita harus faham dan menguasai alat yang kita gunakan. Jadi intinya kita harus punya dasar ceritera atau tema yang kuat untuk memvisualkan imajinasi yang akan kita buat dengan bantuan alat yang sebaiknya kita kuasai. Lahirlah moto IMAJINASI DAN ALAT.

Selanjutnya untuk memvisualkan tema yang kita maksud dibutuhkan penampilan artistik yang secara umum merujuk pada segala sesuatu yang berkaitan dengan seni dan ekspresi kreatif. Artistik juga mencerminkan cara pandang dan imajinasi pribadi seseorang dalam menyampaikan pesan atau perasaan melalui ekspresi visual. Yang menarik, beragam model dan
teknik KLJ mendukung beragam ide kreatif yang akan divisualkan. Karena KLJ mempunyai keragaman teknik dan proses. Selain berbagai jenis kameranya punya kelebihan dan kekurangan yang berbeda, bahan penerima proyeksi sinarnya seperti kertas foto BW atau warna, film BW atau warna, hingga kamera digital tanpa lensa, pastilah berbeda. Bahkan jika lahir karya yang tidak kita duga setelah pemotretan, justru bisa menjadi ide kreatif baru. Lahirlah moto GAGAL ITU SERU.

Selanjutnya, imajinasi ekspresi artistik bisa dilanjut di kamar gelap. Dalam hal ini KLJ mengajarkan kita untuk menghargai waktu dan penghargaan terhadap sebuah karya. Karena kreativitas, ketekunan, pantang menyerah, kehati-hatian, menjadi begitu penting. Lebih dari sekadar membuat karya. Proses bagian terpenting dari sebuah karya. Inilah kelebihan KLJ.

Jakarta 17 April 2024
Ray Bachtiar Dradjat
Pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia